Wanita Jangan Mau Dinikah Siri!



Wanita diimbau untuk menghindari pernikahan siri karena tidak memiliki kekuatan hukum. Apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami, maka istri akan sulit memperoleh perlindungan hukum.



"Kasus kekerasan dalam rumah tangga hanya dapat diproses secara hukum jika terjadi pada pasangan suami-istri yang telah mencatatkan pernikahannya pada kantor pencatatan sipil sehingga dinyatakan sah," ujar Konselor Hukum Lembaga Swadaya Masyarakat Rifka Annisa Catur Udi Handayani saat berada di Pengasih, Kulon Progo, Kamis (19/3) kemarin.

Menurut Udi, banyak wanita korban kekerasan berbasis jender yang telah menikah siri, tetapi tidak dapat menuntut suami karena pernikahan mereka tidak diakui negara. Para wanita ini ada yang diceraikan suaminya dan terpaksa hidup sendiri. Suami mereka juga tidak memberi nafkah karena tidak ada kewajiban untuk itu.

Kasus itu menimpa Sinta (bukan nama sebenarnya), warga asal Jakarta yang dinikahi Anto (bukan nama sebenarnya), warga Desa Kedungsari, Pengasih, secara siri enam tahun lalu. Sinta yang berusia 25 tahun itu kini telantar akibat tidak lagi diakui oleh suami dan keluarganya. Ia juga enggan kembali ke Jakarta karena dianggap telah membuat malu keluarga dengan menikah siri.

Tidak hanya mengusirnya, Anto juga merebut anak sulung mereka yang telah berusia lima tahun dan membiarkan Sinta tanpa memberi nafkah apa-apa. Sinta ternyata juga pernah mengalami percobaan pemerkosaan oleh mertuanya sendiri sehingga wanita yang kini tengah hamil anak kedua itu mengalami depresi.

"Suami saya memarahi, mengatai, dan mengusir saya. Dia tidak pernah memukul saya," kata Sinta saat didampingi Catur.

Sejak Rabu lalu, Sinta tinggal sementara di rumah Bidan Suwarti di Dusun Klegen, Desa Sendangsari, Pengasih. Selanjutnya, Sinta akan dibawa ke rumah aman di Panti Sosial Karya Wanita DIY dan diberi dampingan psikologis oleh staf Rifka Annisa.

Dilanjutkan Catur, pihaknya sulit mengadvokasi Sinta karena, selain pernikahannya tidak pernah tercatat, korban juga tidak mengalami penyiksaan fisik. "Sulit mencari delik hukum yang bisa kami gunakan untuk menjerat suami Sinta," katanya.

Ia melanjutkan, kasus semacam ini sesungguhnya banyak dialami perempuan-perempuan DIY. Selama tahun 2009, Rifka Annisa sudah menerima sekitar 80-an pengaduan tindakan kekerasan. Sementara itu, di tahun 2008, jumlah aduan tersebut mencapai 308 buah. Khusus untuk pernikahan siri, umumnya diselesaikan secara kekeluargaan.

Di Kulon Progo, disampaikan Kepala Subbidang Pemberdayaan Perempuan Siti Muqodimah, jumlah wanita yang menikah siri juga banyak. Namun, jarang dari mereka yang berani melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami dengan alasan malu.

Desa Sendangsari, Pengasih, merupakan salah satu wilayah yang memiliki kasus kekerasan dalam rumah tangga terbanyak. Menurut Camat Pengasih Hermintarti, jumlah laporan yang ia terima pada tahun 2008 mencapai 82 kasus. Untuk itu, ia bersama jajaran staf pemerintah kecamatan sedang mengecek kasus itu berdasarkan nama-nama korban. Ia tidak menampik kemungkinan wanita yang menjadi korban kekerasan umumnya menikah secara siri.

0 ^ KoMenTaR ^:

Posting Komentar

Silahkan komentar teman" jika ada kritik maupun saran, terima kasih ya :)

BuyBlogReviews.com

Chat Me ^__^




My ProFiL

Foto saya
Owner Tk. Yhoophii Palembang dan seorang mahasiswi di STIE MDP jurusan Akuntansi ^^

FoLLoW mE^^

SPonSoRed bY:

 

Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez

"